LAPORAN PENDAHULUAN : ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
A. DEFINISI
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya1.
Fraktur
adalah pemecahan (patahnya) suatu bagian, terutama tulang berupa patah atau
kerusakan tulang2.
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa3.
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa4.
B. KLASIFIKASI FRAKTUR1
1. Berdasarkan
sifat fraktur
a. Fraktur
Tertutup
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
b. Fraktur
Terbuka
Bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Google Images |
2. Berdasarkan
luasnya
a. Fraktur
Komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
b. Fraktur
Inkomplit
Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.
1) Hair
Line Fraktur
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan
bentuk garis
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma
aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi : fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan
Jumlah Garis Patah
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
C. ETIOLOGI1
1.
Kekerasan langsung
Kekerasan
langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring. Contoh:
pukulan langsung.
2.
Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung
menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan. Contoh : terpleset di
kamar mandi pada orang tua.
3.
Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat
rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang2.
Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya2.
1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur1
a.
Faktor Ekstrinsik
Adanya
tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b.
Faktor Intrinsik
Beberapa
sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
2. Fase penyembuhan tulang5
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang
lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah
dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru
dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang,
yaitu:
a.
Pembentukan Hematoma
Pembuluh
darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Fase ini berlangsung sekitar 1-2 x 24 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
b.
Proliferasi Seluler
Pada
stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami
trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan
yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan
kedua fragmen tulang yang patah. Terjadi setelah hari ke 2 setelah kecelakaan.
c.
Pembentukan Kallus
Sel–sel
yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast
mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang
tebal dengan tulang yang imatur (anyaman tulang) dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Terjadi setelah 6-10
hari setelah kecelakaan.
d.
Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut,
anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast
mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini
adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal. Terjadi pada minggu ke
3-10 setelah kecelakaan.
e.
Remodelling
Fraktur
telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki
dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip
dengan normalnya.
E. PATHWAY
(TERLAMPIR)
F.
MANIFESTASI
KLINIS1
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Pembengkakan
(swelling)
4. Krepitasi
5. Gerakan-gerakan
yang abnormal
6. Hilangnya
fungsi anggota badan dan persendian-persendian yang terdekat
G. PENATALAKSANAAN5
1.
Penatalaksanaan Kedaruratan
Bila di curigai
adanya fraktur, penting untuk melakukan imobilisasi bagian tubuh segera sebelum
dipindahkan. Bila klien mengalami cedera, sebelum dilakukan pembidaian,
ekstremitas harus disangga dari atas sampai bawah tempat patahan untuk mencegah
rotasi. Pembidaian sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh
fragmen tulang.
Luka ditutup
dengan pembalut steril untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam
pada luka terbuka. Jangan sekali-kali mereduksi fraktur, bahkan bila ada
fragmen tulang yang keluar melalui luka/menembus kulit. Pakaian dilepas dengan
lembut, diawali dari bagian tubuh yang sehat dan dilanjutkan ke sisi yang
cidera. Pakaian mungkin harus dipotong pada sisi yang cidera. Ekstremitas
sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan jaringan lunak
lebih lanjut.
Pertolongan
pertama pada penderita fraktur di luar rumah adalah sebagai berikut:
a.
Jalan nafas
Bila
penderita tidak sadar, jalan napas dapat tersembut oleh lidahnya sendiri yang
jatuh kedalam faring, atau adanya sumbatan oleh lendir, darah, muntahan atau
benda asing. Untuk mengatasi keadaan ini, penderita dimirngkan sampai
tengkurap. Rahang dan lidah ditarik ke depan dan bersihkan faring dengan
jari-jari.
b.
Perdarahan pada luka
Cara
yang paling efektif dan aman adalah dengan meletakkan kain yang bersih (steril)
yang cukup tebal dan dilakukan penekanan dengan tangan atau dibalut dengan
perban yang cukup menekan. Torniket sendiri mempunyai kelemahan dan bahaya.
Kalau di pasang terlalu kendur dapat menyebabkan perdarahan vena berlebihan.
Kalau dipasang terlalu kuat dan terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan saraf
dan pembuluh darah.
c.
Syok
Pada
kecelakaan kebanyakan syok yang terjadi adalah syok hemoragik. Syok bisa
terjadi bila orang kehilangan darah ± 30% dari volume darahnya. Pada fraktur
femur tertutup orang dapat kehilangan darah1000-1500 cc.
4 tanda syok yang dapat terjadi
setelah trauma:
1) Denyut
nadi lebih dari 100 x per menit
2) Tekanan
sistolik kurang dari 100mmhg
3) Wajah
dan kuku menjadi pucat atau sianotik.
4) Kulit
tangan dan kaki dingin.
d.
Fraktur dan dislokasi
Fraktur
dan dislokasi dari anggota gerak harus dilakukan imobilisasi sebelum penderita
dibawa ke rumah sakit. Pada fraktur atau dislokasi servikal dapat dipergunakan
gulungan kain tebal atau bantalan pasir yang diletakkan disebelah kanan dan
kiri kepala. Pada tulang belakang cukup diletakkan di alas keras. Di daerah
bahu atau lengan atas cukup diberikan sling atau mitela. Lengan bawah diberikan
papan dan bantalan kapas. Fraktur tungkai bawah dan lutut dapat dipakai papan
ditambah bantalan kapas dari pangkal paha sampai pedis. Untuk trauma di daerah
pedis dapat dipakai bantalan pedis.
2.
Penatalaksanaa Fraktur Terbuka
Secara klinis
fraktur teruka dibagi menajdi 3 derajat (Pusponegoro A.D., 2007) yaitu:
1) Derajat
1: Terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini didapat dari tusukan
fragmen-fragmen tulang dari dalam.
2) Derajat
2: Luka lebih besar disertai kerusakan kulit subkutis. Kadang-kadang ditemukan
adanya benda-benda asing disekitar luka.
3) Derajat
3: Luka lebih besar dibandingkan derajat 2. Kerusakan lebih hebat karena sampai
mengenai tendon dan otot-otot saraf tepi.
Pada luka derajat 1 biasanya tidak mengalami
kerusakan kulit, sehingga penutupan kulit dapat ditutup secara primer. Namun
pada derajat 2, luka lebih bear dan bila dipaksakan menutup luka secara primer
akan terjadi ketegangan kulit. Hal ini akan mengganggu sirkulasi bagian distal.
Sebaiknya luka dibiakan terbuka dan ditutup setelah 5-6 hari (delayed primary
suture). Untuk fiksasi tulang pada derajat 2 dan 3 paling baik menggunakan
fiksasi eksterna. Fiksasi eksterna yang sering dipakai adalah Judet, Roger Anderson, dan Methyl
Methacrylate . Pemakaian
gips masih dapat diterima bila perlatan tidak ada. Namun kelemahan pemakain gips
adalah perawatan yang lebih sulit.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK5
1. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas
dan jenis fraktur.
2. Scan tulang, tomogram, CT-scan atau MRI:
Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
3. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau
organ jauh pada trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon
stres normal setelah trauma.
I.
KOMPLIKASI1
1. Komplikasi
Awal
a. Kerusakan
Arteri
Pecahnya arteri
karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis
bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b.
Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi
serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan
otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain
itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c.
Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d.
Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
e.
Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi
karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f.
Shock
Shock terjadi karena kehilangan
banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi
Dalam Waktu Lama
a. Delayed
Union
Delayed Union merupakan kegagalan
fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.
Ini disebabkan karena penurunan suplai
darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan
fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan
stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini
juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion
merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan
perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
J.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a. Pengumpulan
data
1. Anamnesa
a) Identitas
klien
Meliputi nama, jenis
kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b) Keluhan
Utama
Pada umumnya keluhan
utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau
kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
·
Provoking Incident: apakah ada peristiwa
yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
·
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri
yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
·
Region : radiation, relief: apakah rasa
sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi.
·
Scale of Pain: seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
·
Time: berapa lama nyeri berlangsung,
kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat
penyakit sekarang
d) Riwayat
penyakit dahulu
e) Riwayat
penyakit keluarga
f) Riwayat
psikososial
b. Pemeriksaan
Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total
care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah
yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN6
a. Nyeri
akut b.d pergeseran fragmen tulang
b. Kerusakan
integritas kulit b.d putusnya arteri atau vena,
c. Hambatan
mobilitas fisik b.d pergeseran fragmen tulang, deformitas dan gangguan fungsi
ekstremitas.
d. Resiko
infeksi b.d perdarahan
e. Resiko
syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume cairan
f. Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer b.d adanya edema yang menekan pembuluh darah, spasme
otot
g. Defisit
perawatan diri
3. RENCANA
KEPERAWATAN
No.
|
Diagnosa
|
Rencana
Tindakan
|
1.
|
Nyeri akut b.d
pergeseran fragmen tulang
|
1.
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,karakteristik, frekuensi dan kualitas
2.
Observasi reaksi nonverbal dan
ketidaknyamanan
3.
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
|
2.
|
Kerusakan integritas kulit
b.d putusnya arteri atau vena.
|
1.
Anjurkan klien untuk menggunakan
pakaian yang longgar
2.
Hindari kerutan pada tempat tidur
3.
Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap 2 jam sekali
|
3.
|
Hambatan
mobilitas fisik b.d pergeseran fragmen tulang, deformitas dan gangguan fungsi
ekstremitas.
|
1. Monitoring
vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2. Bantu
klien dalam menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cidera
3. Kaji
kemampuan pasien dalam imobilisasi
|
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer,
Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth 8 Vol 3. Jakarta. EGC.
2. Dorland,
Newman W.A. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC.
3. Syamsuhidayat.
2005. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC.
4. Mansjoer,
Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius.
5. Ningsih,
Lukman Nursa. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta. Salemba
Medika.
6. Nurarif, Amin Huda, dkk.
2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC.
Yogyakarta. Mediaction Publishing.
Comments
Post a Comment